Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa persentase lansia laki-laki tunadaksa lebih rendah dibandingkan persentase lansia perempuan tunadaksa, yaitu 25,1% untuk lansia laki-laki tunadaksa dan 25,4% untuk lansia perempuan tunadaksa. Dengan kata lain, kemampuan bertahan hidup lansia laki-laki tunadaksa lebih rendah dibandingkan lansia perempuan tunadaksa. Selain karena kemampuan bertahan hidup yang rendah, faktor tidak memiliki pasangan hidup, kondisi menjadi lansia yang mengalami berbagai penurunan, kondisi tunadaksa, serta kondisi Panti Werdha dapat menjadi menjadi penyebab-penyebab ketidaksejahteraan lansia laki-laki tunadaksa. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan lansia laki-laki tunadaksa, salah satunya dengan menemukan makna hidup. Jika seseorang tidak mampu memperoleh makna hidup, maka akan mengakibatkan kekecewaan terhadap hidup dan dapat menimbulkan berbagai gangguan perasaan yang berujung pada penghambatan pengembangan pribadi. Dengan menemukan makna hidup yang positif, lansia laki-laki tunadaksa dapat dikatakan sejahtera sehingga dapat berperan dalam pembangunan negara. Menurut Frankl, makna hidup merupakan keadaan yang menunjukkan sejauh mana seseorang telah mengalami dan menghayati kepentingan keberadaan hidupnya menurut sudut pandang dirinya sendiri. Makna hidup dapat diperoleh melalui tiga nilai yaitu nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap. Nilai kreatif muncul ketika seseorang berkarya, bekerja yang menghasilkan, potensi dapat tersalurkan, interaksi sosial serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Berbeda dengan nilai kreatif, nilai penghayatan dicapai melalui penerimaan diri yang baik, keyakinan diri, perasaan emosi positif, meningkatkan ibadah, serta menilai orang yang dicintai. Sementara itu,nilai bersikap muncul ketika mampu bersikap ikhlas dan tawakal, perasaan bangga pada diri, optimis serta dapat mengambil hikmah dari setiap peristiwa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran makna hidup lansia laki-laki tunadaksa yang tidak memiliki pasangan hidup yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara kepada tiga partisipan penelitian dengan rentang usia 73–84 tahun. Wawancara juga dilakukan kepada partisipan pendukung sebagai significant othersdari partisipan utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga partisipan telah memperoleh makna hidup melalui nilai kreatif, nilai penghayatan dan nilai bersikap namun ketiganya memiliki cara-cara yang berbeda dalam memperoleh masing-masing nilai. Masing-masing partisipan memiliki makna hidup yang berbeda, ada yang positif, cukup positif, dan negatif. Cara-cara memperoleh makna hidup ketiganya juga dipengaruhi oleh peran gender mereka dan faktor faktor penting, seperti faktor pendidikan, agama, keluarga, sosial, kondisi tunadaksa, serta kondisi lansia. Karakteristik tunadaksa partisipan yang kurang bervariasi menjadi kelemahan dalam penelitian. |