Berprofesi sebagai pelatih marching band memiliki tanggung jawab untuk melatih beberapa kelompok sekaligus menghadapi tantangan, seperti mengatur jadwal latihan, memperhatikan peningkatan skill tiap anggota, serta tekanan dalam mempersiapkan kelompok marching band untuk mengikuti sebuah kompetisi. Dengan banyaknya tanggung jawab dan tantangan tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat seberapa tinggi psychological well being dari para pelatih marching band, khususnya di Indonesia. Ps ychological well being adalah konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas aktivitasnya dalam kehidupan sehari hari (Warr, 1978). Untuk mengetahui lebih jelas lagi peneliti juga akan melihat apakah faktor dalam psychological well being akan mempengaruhi dimensi dimensi yang ada dalam psychological well being atau tidak Ryff (1996) mengatakan dimensi psychological well being terdiri dari, dimensi penerimaan diri, hubungan bak dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pengembangan diri. Sedangkan faktor dalam psychological well being adalah usia, jenis kelamin, budaya, pendidikan, serta sosial ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Populasi pelatih marching band di Indonesia tidak diketahui, sehingga penelitian ini menggunakan 62 orang pelatih marching band yang tersebar kurang lebih pada 38 kelompok marching band di Indonesia (Bartlett, 2001). Pengambilan data menggunakan kuisioner Ryff (1989), yaitu The Scale of Psychological Well Being yang telah diadaptasikan oleh Riyanti (2008). Kuisioner disebar secara online melalui aplikasi G form. Kemudian data diolah dengan menggunakan uji beda T Test dan uji korelasi Pearson untuk data parametrik, serta uji beda Mann Whitney dan uji korelasi Spearman untuk data non parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pelatih marching band yang memiliki psychological wellbeing tinggi setara dengan pelatih marching band yang memiliki psychological well being rendah. Para pelatih marching band di Indonesia yang memiliki psychological well being rendah disarankan lebih memperhatikan kesejahteraan diri, baik dari segi penerimaan diri, hubungan baik dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingungan, tujuan hidup, maupun pengembangan diri. |