Hak Pengelolaan merupakan suatu hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Di atas tanah Hak Pengelolaan, dapat diberikan suatu Hak Guna Bangunan yang salah satunya dapat dipegang oleh BUMN. Perum Perumnas merupakan sebuah BUMN. Dalam kasus Perumnas Kebon Kacang, penghuni Rusun Kebon Kacang menolak rencana revitalisasi yang diadakan oleh pihak Perum Perumnas, dengan alasan ingin Hak Guna Bangunan yang mereka miliki diperpanjang atas nama penghuni Rusun Kebon Kacang. Selain itu, penghuni berpendapat bahwa Perum Perumnas sudah tidak memiliki hak atas Rusun Kebon Kacang, karena Hak Pengelolaan sudah diberikan kepada penghuni, melalui PPRSKK. Namun hal itu tidak mungkin terjadi karena berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepada Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yang dapat menjadi pemegang Hak Pengelolaan adalah Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Persero, Badan Otorita, dan Badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. PPRSKK bukanlah salah satu dari itu. Bentrok kepentingan ini menyebabkan rencana revitalisasi rusun tersebut menjadi tertunda. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan bersifat data primer dan jenis datanya ialah data kualitatif, yang kemudian dijabarkan secara deskriptif naratif. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dilakukannya musyawarah antara pihak Perum Perumnas dan penghuni rusun untuk mencari jalan penyelesaian terbaik untuk permasalahan ini. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk perwakilan dari kedua belah pihak untuk dapat membicarakan solusi. Kedua pihak harus sama-sama menekan ego untuk mencapai pemufakatan bersama. |