Dalam masyarakat Indonesia, seharusnya keberagaman merupakan sesuatu hal yang wajar. Tetapi keberagaman justru menimbulkan konflik antarmasyarakat dan juga menjadi salah satu konten hoaks di media baru. Hal ini menunjukan bahwa individu butuh untuk terbuka terhadap keberagaman (openness to diversity) dan literasi media untuk meredam konflik. Individu dengan tingkat literasi media baru yang tinggi seharusnya merupakan individu yang terbuka terhadap keberagaman (openness to diversity), karena keterbukaan dapat membuat individu tidak langsung percaya pada informasi yang sejalan dengan keyakinannya, atau langsung menolak informasi yang tidak sejalan dengan keyakinannya. Untuk membuktikan bahwa openness to diversity dapat meningkatkan literasi media baru pada dewasa muda di Jabodetabek, penelitian ini menggunakan teori openness to diversity dari Pascarella, Edison, Nora, Hagedorn, dan Terenzini (1996), sedangkan pembahasan mengenai literasi media baru mengacu kepada teori Jenkins (2009).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan metode non-eksperimental. Instrumen penelitian terdiri dari dua buah kuesioner, yaitu alat ukur openness to diversity dan literasi media baru. Penelitian melibatkan 276 individu dewasa muda di Jabodetabek, dan merupakan pengguna internet yang dipilih dengan menggunakan metode convenience sampling. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan teknik uji regresi linier.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tingkat openness to diversity berpengaruh terhadap tingkat literasi media baru pada dewasa muda di Jabodetabek. Berdasarkan hasil analisis tambahan, ditemukan bahwa tingkat openness to diversity dipengaruhi secara signifikan dengan usia, dan ditemukan juga bahwa openness to diversity dapat memengaruhi literasi media hanya pada kelompok partisipan yang berusia 19-25 tahun. |