Orangtua yang memiliki anak tunggal menyadari sepenuhnya bahwa anak mereka adalah anak pertama dan terakhir, sehingga orangtua dengan anak tunggal memiliki mimpi yang besar terhadap anak satu-satunya. Harapan besar orangtua yang tertanam seiring proses membesarkan anak tunggalnya akan menjadi perhatian khusus ketika sumber harapan tersebut hilang atau meninggalnya anak tunggal. Kematian anak satu-satunya menjadi pengalaman paling menyakitkan yang mengguncang harapan besar orangtua. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran proses posttraumatic growth (PTG) pada orangtua yang mengalami peristiwa kematian anak tunggal dilihat berdasarkan teori PTG yang dikemukakan oleh Tedeschi dan Calhoun. Proses tersebut meliputi gambaran kehidupan orangtua ketika masih bersama anaknya, peristiwa yang menyebabkan anak meninggal dunia, dan komponen proses PTG, yaitu rumination, self-disclosure, deliberate thought, gambaran kehidupan baru sampai akhirnya mengalami PTG yang dapat tergambar dari lima aspek (personal strength, new possibilities, interpersonal relationship, appreciation of life dan spiritual development). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mewawancarai 1 pasang suami-isteri, 1 orang bapak dan 1 orang ibu yang berusia 40-65 tahun, serta mengalami peristiwa kematian anak tunggal minimal 5 tahun lalu. Hasil penelitian ini adalah ketiga partisipan melewati proses PTG dari beberapa komponen, yakni emotional distress, intrusive thoughts, deliberate thoughts dan sampai mengindikasikan terbentuknya PTG yang tergambar melalui aspek PTG. Faktor pendukung yang paling penting mendorong terbentuk PTG dalam ketiga partisipan adalah dukungan sosial. Komponen paling penting dalam terbentuknya PTG adalah self-disclosure. |