Berbicara mengenai perempuan selalu tidak lepas dari peran-perannya dalam masyarakat. Peran gender yang selama ini dikonstruksikan oleh masyarakat selalu menempatkan perempuan pada posisi rumah tangga atau domestik. Berbeda dengan laki-laki yang dikonstruksikan sebagai makhluk kuat sehingga mereka boleh berada pada ruang-ruang publik. Stereotip peran gender perempuan selalu melabelkan perempuan sebagai makhluk yang lemah sehingga akan lebih baik jika ia hanya berada dalam rumahnya. Berdasarkan sejumlah literatur, konstruksi peran semacam ini lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menganut sistem kebudayaan patriarki, di mana tampuk kekuasaan berada pada laki-laki. Studi ini mengeksplorasi pemahaman masyarakat Tanimbar, terkhusus perempuan yang berdomisili di Saumlaki tentang bagaimana pemaknaan mereka tentang „perempuan? di tengah kebudayaan yang sangat kental dengan sistem patriarkinya. Pemaknaan perempuan ini dilakukan dengan menggunakan perspektif representasi sosial, khususnya pendekatan struktural. Desain penelitian mixed-method digunakan dalam studi ini.Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui central core dan peripheralrepresentasi sosial tentang perempuan, menggunakan teknik asosiasi kata.Pendekatan kualitatif berupa wawancara digunakan untuk mengkonfirmasi hasil pada studi kuantitatif, menggali latar belakang munculnya respon-respon representasi sosial sekaligus mengeksplor keterkaitan budaya dengan pemaknaan mereka tentang perempuan. Selain budaya, modernisasi pun turut dieksplor karena mempunyai keterkaitan dengan pemaknaan tentang perempuan di sana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan Tanimbar memaknai „perempuan? sebagai makhluk domestik dan makhluk lemah.Keduanya merupakan elemen central yang dianggap merupakan hal yang utama bagi perempuan. Di samping itu, ada juga elemen penyerta yang memperkuat elemen central, antara lain pencari nafkah dan harta. |