Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemaknaan peristiwa menopause pada perempuan bangsawan keraton Jawa. Pemaknaan menopause dilatarbelakangi oleh konstruksi nilai-nilai tradisi budaya keraton Jawa yang dipengaruhi oleh sistem patriarki. Sistem yang menyatakan bahwa tugas perempuan adalah mengabdi pada suami dan keluarga. Selain itu identitas perempuan ditentukan dan dinilai dari fungsi fisik semata, yakni sisi daya tarik seksual dan reproduksinya. Untuk mengetahui pemaknaan menopause pada perempuan bangsawan keraton, peneliti menggunakan pendekatan teori konstruksi sosial yang mencakup proses eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk wawancara mendalam. Wawancara menggali proses terbentuknya pemaknaan kejadian menopause pada perempuan bangsawan keraton Jawa. Responden jumlahnya tujuh orang yang berasal dari tiga keraton Jawa yaitu Solo (kasunanan paku buwono dan kadipaten mangkunegara),Yogyakarta (kasultanan hamengku buwono, dan kadipaten paku alam), dan Cirebon (kasultanan kanoman). Responden diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria batasan usia 45-55 tahun, sudah menopause, dan tinggal di keraton. Data dianalisis dengan menggunakan analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menunjukkan pemaknaan menopause pada perempuan bangsawan keraton Jawa merupakan peristiwa penting dalam kehidupannya yang harus dipersiapkan dan diantisipasi sebelumnya. Pemaknaan tersebut menimbulkan penerimaan dan pengendalian diri yang tinggi atas peristiwa menopause sebagai salah satu kodrat perempuan. Faktor-faktor yang memengaruhi pemaknaan menopause adalah konstruksi nilai-nilai tradisi budaya Jawa dan kedalaman memaknai kejadian menopause yang diaplikan dalam kehidupan pribadinya. Aplikasi yang dilakukan perempuan bangsawan keraton Jawa yaitu merawat diri, minum jamu dan melakukan laku-laku Jawa (tirakat, puasa, semedi, dan lain-lain). |