Masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia menempati urutan ke-18 dari 31 etnis lainnya. Masyarakat etnis Tionghoa memiliki kebudayaan dengan ideologi konfusian dan nilai paternalisme. Salah satu bentuk dari ideologi dan nilai ini adalah kweepang. Kweepang merupakan kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa untuk menyelamatkan anaknya yang membawa ketidakberuntungan untuk diri sendiri dan keluarga. Kweepang dilakukan dengan memberikan anak kepada kerabat terdekat agar terhindar dari ketidakberunrungan. Interaksi antara keluarga angkat dan keluarga kandung disesuaikan dengan kepercayaan keluarga. Praktik kweepang berbeda dengan adopsi terbuka ataupun tertutup, karena anak memiliki dua pasang orangtua. Tradisi kweepang membuat anak kesulitan dalam beradaptasi karena harus menghadapi perbedaan pandangan, harapan, dan cara didik dari lingkungan sosialnya. Hal ini berdampak pada proses eksplorasi dan komitmen dalam identity formation atau pembentukan identitas. Keberhasilan pembentukan identitas terlihat dari pencapaian status (identity diffusion, identity foreclosure, moratorium, dan identity achieved) pada nilai pekerjaan, kepercayaan, dan relasi interpersonal dengan keluarga dan teman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan kepada tiga remaja yang di-kweepang dan berusia 11- 24 tahun sesuai batasan usia di Indonesia. Narasumber yang diutamakan adalah remaja berada pada tahap remaja akhir agar mendapatkan gambaran proses pembentukan identitasnya. Karakteristik narasumber adalah anak yang di-kweepang dan memiliki interaksi rutin dengan orangtua angkatnya. Hasil penelitian menunjukkan proses pembentukan identitas remaja yang berbeda antar narasumber. Dua dari tiga narasumber berhasil menyelesaikan pembentukan identitasnya, sedangkan satu narasumber masih terjebak dalam status identitas moratorium. Terdapat pola yang berbeda dalam beradaptasi dengan situasi budaya dalam dirinya. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan remaja dalam pembentukan identitas adalah interaksi dan kontrol orangtua, role player dalam lingkungan sosialnya, rasa tanggung jawab karena perbedaan jenis kelamin, dan filial piety yang melekat pada masyarakat etnis Tionghoa. Faktor lainnya yang bisa menjadi penelitian lanjutan adalah kesamaan pandangan, harapan, dan cara didik orangtua, locus of control remaja, usia, dan agama narasumber. |