Penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) merupakan salah satu alasan pembatalan perjanjian yang digunakan oleh Negara Belanda. Di Indonesia masalah penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) belum diatur dalam KUH Perdata (norma kosong), namun ada beberapa putusan pengadilan dimana Hakim atau pengadilan yang menggunakan dasar pertimbangan penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) dalam membatalkan perjanjian tersebut hingga berkembang menjadi yurisprudensi. Dalam praktiknya, banyak ditemukan fenomena bahwa perjanjian lahir berpotensi mengandung cacat kehendak, yaitu penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) yang cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang, dan tidak adil seperti yang ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Soasio Nomor 3/Pdt.G/2015/PN.SOS dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1705K/PDT/2015. Pada dasarnya, asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menghendaki kebebasan menentukan bentuk, isi dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Kontrak lahir karena bertemunya kehendak yang bebas dari para pihak, namun haruslah kehendak yang bebas secara adil dimana para pihak harus dalam keadaan dan kemauan yang bebas serta dalam posisi yang seimbang pula dalam menentukan hak dan kewajiban dari para pihak tersebut. Asas kebebasan berkontrak juga menghendaki bahwa setiap perjanjian yang dibuat harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tidak hanya dipandang secara gramatikal, namun harus dipandang secara keseluruhan kontrak, baik dari tahap pre-contractual, contractual, dan post-contractual. |