Setiap anak yang duduk di Sekolah Dasar mengalami pubertas, yaitu perkembangan seksualitas. Anak perempuan mengalami pubertas yang lebih kompleks dibandingkan anak laki-laki. Maka anak perempuan juga harus menjaga keamanan dan kebersihan organ reproduksinya agar terhindar dari penyakit. Informasi mengenai seksualitas seperti merawat dan menjaga tubuh terutama organ reproduksi sangat diperlukan bagi anak perempuan. Siswi Sekolah Dasar reguler maupun siswi tuna rungu Sekolah Dasar Luar Biasa bagian B mengalami perkembangan seksualitas yang sama. Namun yang membedakan adalah anak tuna rungu memiliki hambatan dalam menyerap informasi auditori jika dibandingkan anak reguler yang tidak memiliki hambatan dalam menyerap informasi visual dan auditori. Padahal, perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir sangat dipengaruhi oleh pengalaman yang terbentuk dari informasi visual dan auditori. Namun yang membedakan adalah jumlah informasi yang diserap yang mempengaruhi kemampuan berpikirnya. Kemampuan berpikir mengenai seksualitas ini adalah kemampuan mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan materi tentang seksualitas yang umumnya dipelajari di tingkat Sekolah Dasar. Kemampuan mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan diambil dari tiga level dasar aspek kognitif Bloom. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir mengenai seksualitas yang signifikan antara siswi Sekolah Dasar Luar Biasa bagian B dengan siswi Sekolah Dasar reguler. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan desain komparatif terhadap dua grup. Ada dua variabel yang digunakan, yaitu tingkat ketunarunguan anak sebagai variabel bebas dan kemampuan berpikir tentang seksualitas sebagai variabel terikat. Sampel penelitian terdiri dari 214 siswi yang terbagi antara 175 siswi Sekolah Dasar reguler dan 39 siswi Sekolah Dasar Luar Biasa yang dipilih dengan teknik convenience sampling. Skor dihitung dengan metode statistik non-parametrik Uji Beda Mann Whitney U. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir mengenai seksualitas yang signifikan antara siswi tuna rungu dan siswi reguler. Skor dari kemampuan berpikir siswi tuna rungu menunjukan tergolong sangat rendah, sedangkan skor siswi reguler tergolong tinggi berdasarkan standarisasi. Perbedaan skor yang cukup jauh menunjukan kurangnya informasi tentang seksualitas yang dimiliki oleh anak tuna rungu. Skor dari subjek tertua pada anak tuna rungu masih lebih rendah dibandingkan dengan skor subjek termuda pada anak reguler. |