Sengeta kepemilikan tanah merupakan salah satu kasus yang paling banyak didapat di manapun termasuk di Indonesia. Kasus pelanggaran hukum dalam putusan yang penulis teliti, kontennya adalah sengketa kepemilikan tanah dan perbuatan melawan hukum. Putusan Mahkamah Agung nomor 1442 K/PDT/2016 mengenai perselisihan untuk memperebutkan suatu hak atas tanah. Penggugat (istri) mengajukan gugatan kepada suami (tergugat I) dan pihak ketiga (tergugat II) yang telah membuat Akta Jual Beli tanpa seizing dan sepengetahuan penggugat di mana penggugat merasa bahwa tanah yang kemudian menjadi objek sengketa yang sudah dibeli oleh pihak ketiga merupakan tanah harta bersama selama perkawinannya dengan suami karena belum dilakukan pembagian harta terhadap harta bersama membuat penggugat dirugikan terhadap jual beli objek sengketa. Berdasarkan hal tersebut, penulis di dalam skripsi ini meninjau konstruksi hukum perbuatan melawan hokum pada Putusan Mahkamah Agung nomor 1442 K/PDT/2016 sebagai rumusan masalah. Dalam pengadilan tingkat kasasi, majelis hakim enilai bahwa terdapat bukti-bukti yang cukup untuk menerima gugatan pihak ketiga sehingga membuat penggugat kalah pada tingkat kasasi karena adanya kesalahan berupa kelalaian yang dilakukan majelis hakim tingkat banding dalam memahami perkawinan yang sah secara hukum sehingga objek sengketa tidak bisa disebut harta bersama dan membenarkan perjanjian jual beli antara suami (tergugat I) dan pihak ketiga (tergugat II). Berdasarkan hal tersebut, penulis meninjau dengan metode penelitian yuridis normatif pertimbangan hakim di dalam putusan. |