Paris Agreement merupakan salah satu perjanjian internasional yang termasuk dalam kerangka kerja UNFCCC yang membahas mengenai perubahan iklim, hak dan kewajiban negara pihak dan upaya-upaya yang wajib dilakukan untuk mengatasi adanya perubahan iklim sebagai dampak dari emisi gas rumah kaca yang berlebih. Tujuan Paris Agreement adalah menurunkan suhu bumi hingga 2°C-1.5°C di atas suhu setelah masa pra-industrialisasi dan mempertahankan suhu Bumi yang rendah, serta mengimplementasikan upaya-upaya adaptasi demi ketahanan hidup. Sebagai negara peserta Paris Agreement, Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam Paris Agreement. Akan tetapi, di sektor kehutanan masih ada praktik pembakaran hutan yang tidak sesuai dengan komitmen Paris Agreement. Maka dari itu, dalam penulisan ini permasalahan yang dibahas adalah mengenai bagaimana pelaksanaan kewajiban-kewajiban bagi Indonesia terkait kegiatan pembakaran hutan dari sudut pandang Paris Agreement, yang akan diteliti dengan metode yuridis normatif dan terbatas pada regulasi di bidang lingkungan hidup. Secara garis besar, muncul kewajiban bagi Indonesia untuk melakukan hal-hal seperti memperbaharui peraturan perundang-undangan yang ada, mempertegas penegakkan hukum, menyempurnakan kebijakan-kebijakan dan penyuluhan yang mendorong kegiatan pembangunan berkelanjutan, serta pengembangan teknologi yang mendukung upaya adaptasi tersebut. Regulasi di Indonesia sudah mengakomodasi pelaksanaan kewajiban tersebut, seperti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 yang membatasi tentang kearifan lokal yang diakui, dilindungi dan diperbolehkan melakukan pembakaran hutan secara terkendali. Akan tetapi dalam pelaksanaan pengawasan dan penegakkan hukumnya masih kurang efektif dan efisien sehingga pelaksanaan belum maksimal. |