Indonesia merupakan Negara yang sangat beragam dari segi suku, budaya, etnis dan agama. Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Dalam hidup bermasyarakat yang sangat beragam akan ada isu-isu mengenai perbedaan beragama, maka dari itu pemerintah membuat peraturan tentang bagaimana cara mengatur masyarakat untuk saling menghormati agama masaing-masing. Untuk menghindari kejahatan tentang penodaan agama berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 4, yang menyisipkan pasal 156a tentang pencegahan penoda agama di pasal 156 KUHP tentang ketertiban umum. Perkataan “menista” berasal dari kata “nista”. Sebagian pakar mempergunakan kata celaan . perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan kata-kata dalam menerjemahkan kata smaad dari bahasa Belanda. “Nista” berarti hina, rendah, celah, noda. Berdasarkan rumusan Pasal 156 KUHP tersebut dapat diketahui unsur objektifnya masing – masing unsur tersebut adalah di depan umum, menyatakan atau memberikan penyataan, mengenai perasaan permusuhan, kebencian atau merendahkan, terhadap satu atau lebih dari satu golongan penduduk Indonesia. Unsur subjektifnya yaitu niat atau disengaja, unsur-unsur pasal 156a harus terpenuhi sebelum adanya penetapan tersangka. Pasal 156a KUHP mengatur tentang pelanggaran terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama. Dalam penerapan pasal 156a KUHP ini proses penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dilihat tidak sesuai dengan unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 156a. Berbagai tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Organisasi keagamaan maupun tekanan dari Lembaga-lembaga Agama. Metode penulisan menggunakan yuridis normatif dan analisis data menggunakan metode kualitatif. Beberapa kasus terkait pasal 156a. Pasal 156a merupakan delik umum seharusnya dalam proses penangkapan, pihak penegak hukum dapat langsung menangkap jika menurut pihak penegak hukum seseorang telah melakukan tindak pidana akan tetapi dalam praktiknya proses penangkapan dilakukan karena desakan atau paksaan karena adanya tekanan gerakan massa dan fatwa-fatwa yang keluar dari suatu lembaga –lembaga agama. Dan dalam pengadilan seharusnya memperhatikan Unsur-unsur yang ada dari pasal 156a. |