Setelah Timor-Leste yang dulu menjadi bagian integral Indonesia (1976 – 1999) melepaskan diri menjadi negara millenium, implikasinya timbul masalah pada wilayah batas darat dan overlap/tumpang-tindih pada masalah batas wilayah maritim hingga muncul konflik, perselisihan dan pertikaian pada wilayah perbatasan yang dipacu karena hubungan historis kedua negara. Timor-Leste dan Indonesia merupakan anggota dari Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (United Nations Convention on the Law of The Sea; UNCLOS, 1982) sehingga keduanya bertekad untuk menyelesaikan masalah sesuai ketentuan UNCLOS. Sejauh ini kedua negara sudah melakukan kerjasama pada wilayah perbatasan, salah satunya yaitu melalui upaya diplomasi perbatasan (border diplomacy), dimana telah dibentuk Joint Border Committee (JBC) di tingkat pusat, yang diketuai oleh Direktur Jendral Pemerintahan Umum Departemen Dalam Negeri RI, dan Border Liason Committee (BLC) pada tingkat provinsi dengan ketuanya Gubernur Provinsi NTT dan hasilnya batas darat telah tercapai 98%, sisa 3 segmen dan dalam waktu dekat sesuai tekad Presiden Jokowi akan ditindak-lanjuti perundingan penyelesaian batas wilayah maritim; kedua-belah pihak sudah membuat draft pemetaan batas wilayah maritim, menggunakan Equidistance dan Equitble principle UNCLOS. Draft yang telah dibuat kedua negara tersebut, hendaknya dapat menjadi acuan awal untuk menemukan titik terang penyelesaian penetapan batas wilayah maritimnya. |