Dikarenakan sewa menyewa merupakan perjanjian yang melibatkan dua atau lebih subjek hukum, maka akan selalu muncul permasalahan/konflik. Beberapa konflik tersebut di antaranya disebabkan perjanjian sewa menyewa tidak mengatur secara tegas hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu sewa dan besarnya harga sewa. Bahkan perjanjian yang sudah sempurna sekalipun tidak dapat terhindar dari konflik. Selalu ada kemungkinan salah satu pihak melakukan wanprestasi/ingkar janji, maka dari itu klausul dalam perjanjian harus dibuat sesempurna mungkin untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Selain itu, ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai perjanjian dan sewa menyewa harus dipahami dan diterapkan dengan baik pada saat pembuatan dan pelaksanaan perjanjian, seperti misalnya ketentuan mengenai uang jaminan dari penyewa. Dalam putusan MA No. 1699 K/Pdt/2016, penyewa selaku tergugat menyalahi ketentuan dalam perjanjian dengan menyewaulangkan kembali objek sewa kepada pihak ketiga dan tidak membayarkan uang sewa selama 6 tahun, dengan demikian hakim dalam putusannya menyatakan bahwa penyewa telah melakukan wanprestasi. Disinilah peran penting suatu perjanjian yang dibuat secara jelas dan tegas dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, terutama perjanjian yang dibuat secara otentik. Bagi hakim sendiri, perjanjian otentik ini memiliki kekuatan pembuktiannya yang lahiriah, formil, dan materiil sehingga siapapun yang menyatakan bukti tersebut palsu, maka harus dapat membuktikan kepalsuan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian sewa menyewa harus dibuat secara seksama dan otentik, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya wanprestasi. |