Tax to GDP ratio Indonesia selama satu dekade terakhir ini adalah ratarata 12.1 persen, sementara rata-rata ASEAN adalah 13.2 persen, dan Vietnam yang dijadikan sebagai obyek penelitian atau pembanding adalah 13.8 persen. Pertanyaannya adalah mengapa tax to GDP ratio Indonesia lebih rendah dari rata-rata ASEAN dan Vietnam ? Hampir semua penelitian terdahulu menyebutkan penyebab utamanya adalah masalah ketidak-taatan wajib pajak pada satu sisi, dan kelemahan administrasi pemungut pajak di sisi lain. Kemungkinan ketidak arifan dalam penetapan tarif sebagai penyebabnya penerimaan pajak yang membuat tax to GDP ratio suatu negara lebih rendah dari negara lain tidak banyak diperhatikan. Tujuan skripsi ini adalah meneliti sejauh mana kebijakan penentuan tarif pajak turut menyumbang kepada penerimaan, tax revenue, suatu negara. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang sifatnya subjective dengan cara membandingkan profil pajak Indonesia dengan profil pajak Negara ASEAN khususnya dengan Vietnam. Data yang digunakan adalah kebanyakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur yang sudah dipublikasikan maupun makalah yang belum diterbitkan. Sumber data lainnya adalah media elektronik, berbagai situs dunia maya atau jejaring sosial yang bertebaran di dunia maya. Hasil penelitian menunjukkan meskipun tarif pajak tinggi tidak menjamin penerimaan pajak tinggi atau tax to GDP ratio tinggi. Penelitian meng ungkapkan bahwa meskipun tarif pajak, corporate tax Vietnam lebih rendah dari Indonesia, tetapi ternyata tax to GDP Vietnam adalah lebih tinggi dari Indonesia. Ini mungkin saja disebabkan oleh kepatuhan Wajib Pajak Vietnam lebih tinggi dari Indonesia atau penyebab lain. Akan tetapi, dengan konsep insiden pajak, dan kurva Laffer, anomali tersebut dapat dijelaskan dalam skripsi ini.. |