Dalam ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa hibah orang tua kepada anak dapat ditarik kembali, penulisan hukum ini akan membahas mengenai pembatalan hibah orang tua kepada anak yang dilakukan tanpa akta otentik dimana objek hibahnya merupakan harta bersama dan hanya salah satu pihak saja yang ingin membatalkan hibahnya. Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah metode juridis normative berupa studi dokumen baik kajian peraturan, konvensi, maupun hasil penelitian. Mengenai hibah tanpa akta Notaris, KHI tidak mengharuskan suatu hibah untuk dibuatkan akta otentiknya, bahkan dalam Hukum Islam hibah dapat dilakukan secara lisan. Selain itu, dalam Hukum Adat jika objek hibah merupakan tanah adat yang belum bersertifikat, pelaksanaan hibahnya dilakukan di hadapan Kepala Desa atau Lurah setempat. Jadi, hibah tanpa akta Notaris dapat dianggap sah apabila, jika terjadi sengketa diajukan ke Pengadilan Agama yang menangani permasalahan terkait dengan Hukum Islam dimana Hukum Islam dapat berlaku. Namun, kekuatan pembuktian akta hibah tersebut tidak sempurna seperti akta otentik. Selain itu, hibah tanpa akta Notaris pun dapat dianggap sah apabila objek hibahnya berupa tanah adat yang belum bersertifikat. Mengenai harta bersama dalam hibah, menurut Pasal 36 ayat 1 Undang- Undang Perkawinan “mengenai harta bersama suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak” dan menurut pasal 92 KHI “suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama”. Jadi, pembatalan hibah harta bersama hanya dapat dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak suami dan istri. |