Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Hak cipta juga merupakan benda bergerak tidak berwujud, kemudian hak cipta dapat beralih atau dialihkan. Pengalihan hak cipta dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, dan perjanjian tertulis. Salah satu contoh pengalihan hak cipta dengan perjanjian tertulis adalah perjanjian jual putus. Pengalihan hak cipta melalui perjanjian jual putus di Indonesia memiliki pengaturan yang baru, yakni dalam pengalihan hak cipta ada pembatasan jangka waktu terhadap beberapa ciptaan. Sehingga Penulis tertarik untuk melakukan penehtian tentang konsepsi hukum perjanjian jual putus dan dampak apa saja yang dapat dialami oleh para pihak. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, ditemukan bahwa perjanjian jual putus merupakan suatu bentuk perjanjian, esensi dari perjanjian itu berisikan penyerahan ciptaan dari pencipta kepada Pembeli dengan pembayaran lunas, sehingga hak ekonomi atas ciptaan tersebut beralih seluruhnya kepada Pembeli tanpa batas waktu. Terhadap ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks apabila dilakukan pengalihan dengan perjanjian jual putus maka hak ekonomi atas ciptaan tersebut akan kembali kepada Pencipta (Penjual) setelah 25 tahun sejak perjanjian jual putus itu dibuat atau kurang dari waktu tersebut sesuai dengan perjanjian. Dampak yang dialami oleh Pencipta karena perjanjian jual putus itu adalah Pencipta (Penjual) tidak lagi bisa memanfaatkan hak ekonomi atas ciptaannya. Dan dampak pada Pembeli karena perjanjian jual putus memiliki batasan setelah 25 tahun sejak perjanjian jual putus itu dibuat atau kurang dari waktu tersebut sesuai dengan perjanjian, hak ekonomi yang ia beli akan kembali kepada Pencipta dan Pembeli tidak lagi bisa memanfaatkan hak ekonomi tersebut. |