Perkawinan merupakan suatu hal yang sakral sehingga tidak boleh dijadikan untuk bermain-main. Namun ada beberapa pasangan yang membangun sebuah keluarga tanpa ikatan perkawinan yang sah dan menghasilkan keturunan. Menurut Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, dalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai hubungan perdata dengan ayah biologis nya. Anak merupakan keturunan dari orang tuanya, namun bagaimana terhadap sebuah perkawinan yang tidak sah menurut hukum terutama terhadap anak yang dihasilkan dari perkawinan yang tidak sah tersebut. Anak tersebut menjadi anak atau keturunan yang tidak sah. Namun sejak adanya Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, sebaiknya Pasal 43 ayat (1) dibaca " Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan ayahnya”. Dalam penulisan ini, ada beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu apakah seorang ayah dari anak luar kawin bisa mempunyai hubungan keperdataan dengan anak tersebut, bagaimana cara mendapatkan hubungan keperdataan atas anak luar kawin tersebut, bagaimana keabsahan hubungan keperdataan anak dengan ayah biologis jika tidak terikat perkawinan antara ayah dengan ibu biologis nya. Akibat hukum dari peristiwa hukum kelahiran karena kehamilan, yang didahului dengan hubungan seksual antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki, adalah hubungan hukum yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban secara bertimbal balik, yang subjek hukumnya meliputi anak, ibu, dan ayah. Pengakuan anak luar kawin dilakukan dengan cara perkawinan kedua orang tua, pengakuan (erkenning), pengakuan sukarela, pengakuan secara terpaksa, dan dengan pembuktian lain yaitu melalui ilmu dan teknologi seperti tes DNA. |