Penganiayaan merupakan salah satu tindak pidana yang marak terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan statistik yang dipublikasikan pada tahun 2015 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, kejadian kejahatan terhadap fisik/badan (kekerasan/violence) selama periode 2010-2014 berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat, yakni pada 2012 terjadi 40.343 kasus, pada tahun 2013 meningkat menjadi 44.990 kasus, dan meningkat kembali menjadi 46.366 kasus pada 2014. Penganiayaan diatur dalam Pasal 351 Pasal 358 KUHPidana. Pasal 351 ayat (I) KUHPidana menyebutkan bahwa Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa jika perbuatan mengakibatkan luka-Iuka berat yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. Bahwa terdapat unsur pemberat dalam Pasal 351 ayat (2) KUHPidana ini berupa luka berat. Yang ingin diteliti dalam penuLisan hukum ini adalah mengenai bagaimana penerapan Pasal 351 ayat (2) KUHPidana dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dilihat dari beberapa putusan yang ada. Penulisan ini menggunakan tiga putusan pengadilan negeri yang ketiganya menggunakan Pasal 351 ayat (2) KUHPidana. Ketiga putusan tersebut adalah Putusan Nomor OI/Pid.BI2013/PN.BB; Putusan Nomor 3521Pid.B/2009/PN.Smp; dan Putusan Nnmnr 3621Pid.B/2013/PN.Kis. Dari hasil analisis, penulis mendapati bahwa penerapan Pasal 351 ayat (2) KUHPidana daJam beberapa putusan pengadilan negeri tersebut masih belum tepat. Kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa masih terdapat ketidaktepatan dalam penerapan Pasal 351 ayat (2) KUHPidana dalam kasus-kasus penganiayaan yang mengakibatkan luka berat. |