Jual beli dewasa ini sangat pesat kemajuannya. Perkembangan tersebut tidak hanya pada apa yang diperdagangkan tetapi juga pada tata cara dari perdagangan itu sendiri. Jual beli erat kaitannya dengan masalah perlindungan hukum terhadap pembeli (konsumen), oleh karena itu di Indonesia dibentuklah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu dengan yang lainnya mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah. Dalam kasus susu formula mengandung bakteri, Institut Pertanian Bogor mengungkapkan hasil penelitiannya pada Februari 2008. Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun terhadap 22 sampel susu yang mengandung bakteri enterobacter sakazakii antara tahun 2003-2006. Putusan Mahkamah Agung yang mewajibkan tiga lembaga itu mempublikasikan daftar susu formula yang diduga tercemar bakteri tersebut hingga akhir Februari 2011. Kasus ini bermula ketika Institut Pertanian Bogor mengungkapkan hasil penelitiannya pada Februari 2008. Sebanyak 22,73 persen susu formula dan makanan bayi mengandung Enterobacter sakazak. Bakteri ini berbahaya bagi organ tubuh seperti pembuluh darah, selaput otak, saraf tulang belakang, limpa, dan usus bayi. Penelitian tersebut dilakukan selama 3 tahun terhadap 22 sampel susu yang mengandung bakteri enterobacter sakazakii antara tahun 2003-2006. Penelitian dilakukan terhadap tikus yang diinfeksi enterobacter. Hasilnya tikus itu mengidap enteritis (peradangan saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan urat saraf tulang belakang dan otak). Kemudian, sejumlah pihak mendesak Kementerian Kesehatan, BPOM dan IPB mengumumkan susu formula yang tercemar tersebut. Namun, ketiganya menolak dengan beberapa alasan antara lain pertimbangan etika, penelitian belum teruji pada manusia tetapi pada tikus, dan belum ditemukan kasus bayi yang terinfeksi enterobacter setelah mengkonsumsi susu. |