Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab perusahaan jasa ekspedisi terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen akibat keterlambatan obyek pengiriman ditinjau menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab perusahaan jasa ekspedisi sebagai pelaku usaha dalam memberikan ganti rugi kepada konsumen terkait keterlambatan obyek pengiriman, selain itu dalam penelitian ini juga dibahas mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yang mengalami kerugian untuk menggugat perusahaan jasa ekspedisi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menelusuri data dan bahan hukum yang diperoleh dengan wawancara dan studi kepustakaan yang berkaitan. Kesimpulan dari penelitian hukum ini adalah tanggung jawab Perusahaan Jasa Ekspedisi yang melakukan keterlambatan tidak diatur di dalam perjanjian baku (resi pengiriman) antara perusahaan jasa ekspedisi sehingga perusahaan jasa ekspedisi tidak bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat keterlambatan, walaupun di dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dengan tegas menyatakan bahwa kosumen berhak mendapat kompensasi.Pelaku usaha jasa ekspedisi juga dapat diguggat melalui lingkup peradilan dan di luar pengadilan seperti konsiliasi, mediasi dan arbitrase dimana cara ini diatur pada Pasal 45 sampai 48 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Saran kepada BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) untuk berperan lebih aktif dalam mengawasi klausula baku yang diterapkan oleh perusahaan jasa ekspedisi, saran kepada masyarakat sebagai konsumen agar menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai konsumen sesuai yang terdapat di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perusahaan jasa ekspedisi juga di dorong untuk membuat perjanjian baku yang mengakomodir hak konsumen yang mengalami kerugian atas keterlambatan sehingga perlindungan terhadap konsumen dapat terwujud. |