Anda belum login :: 27 Nov 2024 03:16 WIB
Detail
BukuEfektifitas Penetapan Perjanjian Pisah Harta Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Berdasarkan Penetapan Pengadilan Nomor 809/Pdt.P/2012/PN.JKT.Tim)
Bibliografi
Author: , RYAN PRATAMA ; Maria T., Lidwina (Advisor)
Topik: Perkawinan; perjanjian pisah harta
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2016    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: 2011050063-Ryan P.pdf (505.03KB; 22 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FH-4067
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Suatu perkawinan akan membawa akibat hukum tertentu kepada para pihak yang melakukannya, salah satunya adalah masalah kepemilikan harta benda. Masalah kepemilikan harta benda yang dimaksud adalah seluruh harta yang dimiliki suami/isteri sebelum dan sesudah terjadi pernikahan. Sesuai dengan pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Hukum Perdata, Harta yang diperoleh selama perkawinan akan menjadi milik bersama setelah pernikahan. Tetapi harta bawaan dari masing-masing suami/isteri sebagai hadiah/warisan/hibah tetap dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain seperti yang tercantum pada pasal 35 ayat 2 (dua)UUP. Pada kenyataannya tidak semua pasangan calon suami-istri mengetahui ketentuan mengenai waktu pelaksanaan pembuatan perjanjian perkawinan tersebut. Pada peraturannya tidak bisa membuat perjanjian kawin setelah pernikahan berlangsung, tetapi ada pasangan suami-isteri yang ingin memisahkan harta bersamanya dengan membuat perjanjian pisah harta menggunakan penetapan pengadilan. Apakah penetapan pengadilan mengenai izin pisah harta memiliki efektifitas yang sama dengan perjanjian kawin menurut pasal 29 UUP? Untuk menjawab masalah tersebut penulis menggunakan metode Yuridis Normatif. Pasangan suami-isteri dalam Penetapan Pengadilan No.809/Pdt.P/2012/PN.Jkt.Tim membuat perjanjian pisah harta dikarenakan resiko pekerjaan suami dianggap membahayakan harta bersama mereka, untuk itu pasangan suami-isteri tersebut setuju untuk
memisahkan harta mereka. Perjanjian pemisahan harta ini tetap mengikat pihak ketiga. Dikatakan penetapan tersebut dapat dianggap sebagai perjanjian pisah harta karena ditetapkan oleh pengadilan dan tidak melanggar ketentuan dari pasal 1320 KUHPer. Jadi penulis menarik kesimpulan bahwa Penetapan Pengadilan berupa izin pemisahan harta
tersebut berlaku bagi kedua belah pihak, yang didasarkan atas kesepakatan bersama (perjanjian), dan mengikat bagi pihak ketiga sejak penetapan pengadilan ini didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.171875 second(s)