Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah “self assessment system”, dimana sistem ini memberikan kepercayaan dan tanggungjawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Untuk mengantisipasi kasus-kasus faktur pajak bermasalah, dan semakin berkembangnya perdagangan saat ini, dimana banyaknya para pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut khususnya para pengusaha, dan pemerintah sebagai badan regulatori (pembuat peraturan) yang terkait dengan transaksi tersebut. Dalam pelaksanaan kegiatan para pengusaha mungkin akan menghadapi berbagai masalah, baik secara Pemerintah, dalam penelitian ini adalah diwakili oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai badan yang mepunyai fungsi budgetair dan reguler. Dengan adanya upaya pemerintah tersebut dan banyaknya peraturan yang bersifat efek penggentar maka terkadang menimbulkan perbedaan interpretasi yang ada baik di tingkat pelaksana peraturan dalam hal ini di wakili oleh Direktorat Jenderal Pajak qq Kantor Pelayanan Pajak dimana lokasi wajib pajak berada. Pemahaman wajib pajak dan pelaksana peraturan terkadang berbeda interpretasi atau cara pandang terhadap suatu transaksi yang ada, seperti halnya dalam pemenuhan Pajak Pertambahan Nilai Adapun berdasarkan Undang Undang Perpajakan yang berlaku adalah : pembayaran pajak di lakukan oleh wajib pajak kepada kas negara, namun dalam pelaksanaannya pembayaran pajak , khususnya Pajak Pertambahan Nilai adalah kepada penjual barang atau pemberi jasa. Artinya disini sebagai pembeli atau pengguna barang atau jasa wajib membayarkan Pajak Pertambahan Nilai dengan Tarif 10 persen yang dipungut oleh penjual atau pemberi barang dan jasa, untuk selanjutnya harus menyetorkan ke kas Negara.Namun apabila penjual atau pemberi jasa dimaksud yang telah memungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut tidak membayarkan atau menyetorkan Pajak yang telah di pungut , maka sanksi diberikan juga kepada wajib pajak yang telah membayar senilai 10 persen berikut dengan sanksi administrasinya,bahkan juga dapat terkena sanksi pidana. Sanksi tersebut adalah bukan semata mata karena kesalahannya , namun dengan adanya penerapan perundang undangan yang ada, terkena pasal tanggung jawab renteng bahkan dapat terkena sanksi pidana. |