Anda belum login :: 22 Nov 2024 18:27 WIB
Detail
BukuAnalisis Pembatalan Perkawinan Antara Mr. KP Dengan YS Ditinjau Dari Hukum Perkawinan Di Indonesia (Putusan Kasasi No. 2371 K/Pdt/2005)
Bibliografi
Author: HANANTO, NURMAN DWI ; Wiludjeng, Johana Henny (Advisor)
Topik: Pembatalan Perkawinan; Kewarganegaraan; Agama
Bahasa: (ID )    
Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya     Tempat Terbit: Jakarta    Tahun Terbit: 2015    
Jenis: Theses - Undergraduate Thesis
Fulltext: 2011050077-Nurman D.pdf (2.28MB; 19 download)
Ketersediaan
  • Perpustakaan Pusat (Semanggi)
    • Nomor Panggil: FH-4010
    • Non-tandon: tidak ada
    • Tandon: 1
 Lihat Detail Induk
Abstract
Perkawinan beda agama pada dasarnya dilarang dalam hukum perkawinan di Indonesia, termasuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun dalam kenyataannya masih terjadi, salah satu contohnya adalah perkawinan beda agama dan beda kewarganegaraan yang terjadi di Kantor Urusan Agama MMB. Penelitian ini pada dasarnya ingin melihat apa alasan Kantor Urusan Agama MMB Jawa Barat mengesahkan perkawinan antara Mr. KP dan YS yang berbeda kewarganegaraan dan agama serta apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pembatalan akta perkawinan antara Warga Negara Indonesia yang Beragama Islam dengan Warga Negara Asing yang Beragama Kristen. Agama-agama di Indonesia pada dasarnya melarang perkawinan beda agama, jika ada yang memperbolehkan sifatnya dispensasi dengan syarat tertentu. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan antara Mr. KP dan YS telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU No.1 Tahun 1974. Kantor Urusan Agama MMB menganggap perpindahan agama yang dilakukan Mr. KP adalah sah dan perkawinan yang dilakukan Mr. KP dan YS juga sah. Dengan demikian perkawinan yang dilakukan oleh Mr. KP dan YS juga telah memenuhi syarat sah perkawinan. Namun dalam pelaksanaannya terdapat hal yang bersifat kontradiktif dimana Mr. KP mengaku masih beragama Kristen
namun sebenarnya hal ini mengandung suatu kelemahan karena baru dibuktikan setelah 8 tahun menjalankan perkawinan. Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis dapat memberikan saran bahwa untuk memperkuat kedudukan dari Fatwa MUI selain diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan, seharusnya instansi dan penegak hukum yang bersentuhan dengan hukum Islam juga selalu
berpedoman kepada Fatwa MUI, sehingga kedudukan Fatwa MUI ini menjadi lebih tegas.
Opini AndaKlik untuk menuliskan opini Anda tentang koleksi ini!

Lihat Sejarah Pengadaan  Konversi Metadata   Kembali
design
 
Process time: 0.15625 second(s)