Pascaputusan MK No. 005/PUU/IV-2006 menyatakan bahwa segala ketentuan dalam UU KY yang menyangkut pengawasan terhadap hakim MK dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena terbukti menimbulkan ketidakpastian hukum. Ini mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacum) yang berfungsi sebagai dasar pijakan lembaga pengawas hakim konstitusi, sehingga diperlukan secepatnya pembentukan terhadap aturan hukum yang berkaitan dengan fungsi pengawasan terhadap hakim kontitusi. Hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah pengertian hakim konstitusi tidak termasuk dalam pengertian hakim menurut UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY? Lembaga manakah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi dalam konteks pengawasan hakim pascaputusan MK No. 005/PUU/IV-2006? Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode normatif empiris dengan melakukan penelusuran studi pustaka dan juga wawancara dengan berbagai sumber. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hakim konstitusi tidak termasuk dalam kategori hakim termasuk dalam kategori hakim yang didasarkan pada argument bahwa UUD 1945 tidak mengenal kategori hakim dan hasil pembahasan rapat PAH I BP MPR tentang amandemen UUD 1945 tidak pernah membedakan makna hakim, serta ahli hukum tata negara berpendapat bahwa makna hakim adalah semua hakim termasuk di dalamnya adalah hakim mahkamah kontitusi. Pengawasan terhadap hakim konstitusi menurut masyakat umum yaitu pengawasan internal dilakukan oleh mahkamah konstitusi dan pengawasan eksternal dilakukan oleh lembaga independen yaitu Komisi Yudisial. Dalam rangka mewujudkan sistem pengawasan terpadu terhadap hakim mahkamah konstitusi, perlu dilakukan amandemen UUD 1945 dan dilakukan revisi terhadap UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY. |