Indonesia telah mengadaptasi konsep reintegrasi sosial melalui pemberlakuan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun, pidana seumur hidup dan pidana mati peninggalan konsep kepenjaraan yang bertujuan untuk penjeraan/pembalasan, masih dipertahankan. Hal tersebut tidak menunjukkan relevansi dengan tujuan pemasyarakatan untuk menyiapkan narapidana agar dapat kembali bersosialisasi dan diterima di tengah masyarakat. Narapidana seumur hidup harus menghabiskan seluruh sisa hidupnya di dalam penjara, begitupun narapidana mati yang hanya menunggu eksekusi kematiannya. Dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 dan peraturan pelaksanaannya, tidak ditemukan satu pasal pun yang membahas secara khusus mengenai pembinaan bagi narapidana seumur hidup dan narapidana mati. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menguraikan bagaimana pembinaan kepribadian dan kemandirian bagi narapidana seumur hidup dan narapidana mati ditinjau dari UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta bagaimana kesesuaian antara konsep pemasyarakatan dikaitkan dengan keberadaan narapidana seumur hidup dan narapidana mati. Setelah melakukan penelusuran pustaka dan wawancara, didapati bahwa pembinaan yang diberikan bagi narapidana mati dan narapidana seumur hidup meliputi pembinaan kepribadian dan kemandirian sebagaimana yang diatur secara umum di dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam praktiknya, pelaksanaan pembinaan kepribadian lebih difokuskan. Jika keberadaan narapidana mati dan narapidana seumur hidup dikaitkan dengan konsep pemasyarakatan, di satu sisi, bertentangan dengan konsep reintegrasi sosial dan tujuan pemasyarakatan, dan di sisi lain, pemasyarakatan mengakomodasi keberadaan narapidana seumur hidup dan narapidana mati dengan memberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian. |