Hubungan dokter dengan pasien merupakan suatu hubungan yang unik, karena hubungan tersebut berdasarkan atas kepercayaan si pasien terhadap dokter. Pada saat pasien datang berobat kepada dokter, sebenarnya telah terjadi suatu perjanjian perdata antara dokter dan pasien, dikenal dengan istilah kontrak terapeutik. Praktek kedokteran pada prinsipnya merupakan praktek yang penuh dengan resiko. Dalam melakukan tindakan diagnostik maupun pengobatan, pasien tidak pernah lepas dari kemungkinan mengalami cidera, syok sampai meninggal. Seorang dokter dikatakan melakukan malpraktek jika ia melakukan praktek kedokterannya sedemikian buruknya sehingga pasien mengalami kerugian. Pada dugaan malpraktek medis pasien berhak meminta ganti rugi berupa materiil ataupun imateriil jika ia bisa membuktikan dalilnya. Pada kasus malpraktek medis, Rekam Medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam Rekam Medis, dapat ditentukan benar atau tidaknya telah terjadi malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek serta siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut. Selain itu Rekam Medis juga merupakan pegangan bagi para pihak untuk berargumentasi di pengadilan. Maka jika ingin membuktikan siapa benar atau salah, diperlukan memeriksa Rekam Medis secara lengkap. Di dalam Permenkes 269/2008 diperkenalkan satu dokumen baru yang disebut sebagai Ringkasan Rekam Medis. Pada pasal 12 dikatakan bahwa isi Rekam Medis adalah milik pasien dan berkas Rekam Medis milik dokter/rumah sakit. Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan isi Rekam Medis adalah Ringkasan Rekam Medis. Maka jika terjadi dugaan malpraktek dan pasien meminta isi Rekam Medis, ia hanya mendapatkan Ringkasan Rekam Medis sedangkan dokter memiliki Rekam Medis yang lengkap. Kedua keadaan tersebut menyebabkan munculnya kesulitan dalam pembuktian malpraktek di pengadilan. |