Dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat sebagai kehidupan sosial, merupakan proses interaksi yang saling membutuhkan. Terkadang dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan bermasyarakat sebagai makhluk sosial, sering terjadi perbedaan pendapat yang berkelanjutan sebagai konflik/pertentangan, baik antar perseorangan maupun kelompok bahkan menimbulkan akibat terganggunya keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik/pertentangan antar perseorangan ini merupakan awal mulanya dari perbuatan saling menghina yang dapat merugikan nama baik ataupun kehormatan seseorang. Indonesia sebagai Negara hukum tentunya segala sesuatu diatur oleh hukum. Di Indonesia penghinaan secara umum diatur pada Bab XVI dan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu menista, fitnah, penghinaan ringan, penghinaan terhadap pegawai negeri, pengaduan fitnah, persangka palsu, dan penistaan terhadap orang mati. Terdapat bentuk-bentuk khusus terhadap penghinaan yaitu penghinaan terhadap presiden/wakilpresiden, penghinaan terhadap kepala Negara sahabat atau yang mewakili Negara asing di Indonesia, penghinaan terhadap pemerintah Indonesia, penghinaan terhadap golongan, penghinaan terhadap kekuasaan umum/badan umum. Salah satu pasal yang banyak menjadi permasalahan ketika dilakukan penerapannya adalah Pasal 317 ayat (1) KUHP mengenai pengaduan fitnah. Dalam penulisan hukum ini, penulis membahas mengenai putusan Mahkamah Agung No. 924 K/PID/2012. Majelis hakim memutuskan bahwa terdakwa Candra Gunawan secara sah dan meyakinkan telah melanggar tindak pidana pengaduan fitnah atau mengadu secara memfitnah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 317 ayat (1) KUHP dan Menjatuhkan sanksi pidana terhadap Terdakwa yaitu 4 bulan penjara, padahal unsur "pengaduan palsu" dan unsur "sehingga kehormatan atau nama baik seseorang terserang" tidak terpenuhi. |