PT. X sebagai developer mengadakan perjanjian jual beli tanah dan bangunan dengan Erik, dan dibuatlah suatu Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di antara keduanya. PPJB tersebut mengatur salah satunya mengenai cara pembayaran dengan menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kemudian ditandatanganilah akad kredit diantara Bank Z dengan Erik dan dibuatlah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) beserta Surat Kuasa Menjual (SKM). Namun diantara Bank Z dengan PT. X terdapat kesepakatan untuk menggunakan rekening escrow. Namun masalah menjadi rumit ketika Erik tidak melanjutkan pembayaran lagi dan sudah tidak ada di alamatnya, sementara bank tidak bisa mengeksekusi jaminan tersebut karena belum masih atas nama PT. X. Akhirnya dibuatlah perjanjian subrogasi diantara PT. X dengan Bank Z dengan tujuan PT. X akan menggantikan kedudukan Bank Z sebagai kreditur dan hendak menjual obyek tersebut pada pihak ketiga. Yang menjadi pertanyaan di dalam skripsi ini adalah apakah akibat hukum dari subrogasi yang dilakukan terhadap PT. X dan Bank Z, serta apakah subrogasi diantara PT. X dan Bank Z tersebut akan membatalkan PPJB yang ada diantara PT.X dengan Erik, sehingga PT. X dapat menjual obyek jual beli tersebut kepada pihak ketiga. Dengan kesimpulan : Pertama, dengan dilakukanya subrogasi maka perikatan diantara Bank Z dengan Erik adalah hapus, dan PT.X menjadi kreditur baru atas hutang Erik. Kedua, subrogasi tidaklah membatalkan PPJB diantara PT.X dengan Erik, namun PT.X dapat menjual obyek jual beli tersebut melalui penjualan di bawah tangan berdasarkan SKM yang telah beralih pada PT.X karena subrogasi. Saran di dalam penelitian ini adalah bagi PT.X sebagai developer sebaiknya mengatur secara tegas mengenai syarat pembatalan PPJB apabila pembayaran tidak dilakukan sebagai suatu perlindungan hukum bagi dirinya. Sedangkan bagi pihak Bank, apabila obyek jual beli yang menjadi jaminan adalah bangunan yang belum jadi dan belum dilakukan AJB, sebaiknya meminta jaminan lebih dari 1 obyek. |