Perwujudan tujuan hukum yaitu keadilan, diperlukan perubahan pendekatan ke arah yang lebih humanis oleh aparat penegak hukum agar tidak terjadi pemaksaan budaya. Dalam mengungkap faktor, nilai-nilai, ide, dan makna yang tersembunyi di benak subjek hukum dalam masyarakat, penegak hukum harus mempertimbagkan aspek norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Hukum bukan sekedar formalitas atau normatif , hukum memiliki keberlakuan empiris (faktual) yaitu dipatuhi dan ditegakkan, normatif (formal) yaitu kaidahnya cocok dalam sistem hukum hierarkhis, dan filosofis (evaluatif) yaitu diterima dan benar (bermakna) serta memiliki sifat mewajibkan karena isinya. Pembentukan hukum merupakan langkah awal untuk membuat rencana tindakan, maka perlu dipikirkan model perencanaan secara cermat. Mechanistic action model atau social engineering model, melihat fungsi perencanaan sebagai upaya mekanis untuk mengubah suatu keadaan, sehingga model ini menimbulkan konsep suprasistem dan subsistem serta subordinasi sub sistem oleh supra sistem. Apabila dalam perwujudan tujuan hukum dilakukan secara ketat dan kaku (mechanistic action model), maka akan menyebabkan terjadinya konflik atau masyarakat menjadi terasing di lingkungannya.. Human action planning model merupakan model alternatif yang tepat untuk pemberdayaan masyarakat sebagai cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keadilan. Model ini menekankan peranan perencanaan sebagai usaha untuk mensistematisasi aspirasi masyarakat dan menyusun dalam dokumen tertulis. Model ini melihat masyarakat sebagai sesuatu yang turbulent atau penuh dengan nilai sosial budaya dan dinamis. Masyarakat bukan merupakan sub sistem yang tersubordinasi melainkan merupakan subsistem yang mandiri. Human action model menjadi sangat penting karena nilai-nilai dan norma masyarakat lokal terlibat dalam proses pembangunan hukum yang menentukan tindakan-tindakan selanjutnya dalam pencapaian tujuan hukum. (FA) |