Dewasa ini banyaknya usaha franchise yang berkembang di Indonesia, baik usaha franchise yang berasal dari dalam negeri atau usaha franchise yang berasal dari luar negeri. Pada usaha franchise terkait dengan merek yang digunakan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal HKI agar mendapatkan perlindungan hukum terhadap pemilik merek dan terhadap penerima lisensi ataupun franchisee yang membuat perjanjian franchise. Namun pada saat ini merek yang telah didaftarkan dan dikabulkan oleh Direktorat Jenderal HKI pada kemudian hari sering kali terjadi sengketa merek dengan adanya gugatan pembatalan merek oleh pihak lain yang dirugikan. Adanya gugatan pembatalan merek tersebut dengan alasan antara merek yang 1 (satu) dengan merek yang lainnya memiliki unsur yang mirip atau serupa secara sebagian atau secara keseluruhan. Namun gugatan pembatalan merek menjadi luas ketika pihak penerima lisensi atau franchisee terlibat sebagai pihak tergugat pada gugatan pembatalan merek. Oleh karena itu penulis akan menguraikan apakah sengketa merek yang digunakan pada usaha franchise dapat digugat untuk dibatalkan, bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak franchisee jika merek yang digunakan pada usaha franchise dibatalkan oleh Pengadilan Niaga. Karena pada dasarnya suatu merek terdaftar dapat dibatalkan terlepas dari ada atau tidaknya perjanjian franchise, selama adanya pelanggaran merek berdasarkan peraturan yang berlaku dan pihak franchisee selaku penerima lisensi tetap mendapat perlindungan hukum jika merek yang digunakan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Niaga. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah juridis normatif dengan menggunakan teori terkait dengan merek dan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53/M-Dag/Per/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba. |