Di zaman yang semakin modern ini, tanah menjadi suatu hal yang semakin diincar oleh banyak orang, baik itu oleh para investor, para developer rumah, ataupun oleh pembeli biasa yang berniat untuk membangun rumah di atas tanah tersebut yang untuk selanjutnya akan disewakan atau sebagai rumah tinggal. Tanah menjadi incaran bagi banyak orang karena tanah memiliki nilai ekonomis dan dari tahun ke tahunnya nilai tanah semangkit meningkat secara drastis. Ratusan bahkan ribuan orang berlomba-lomba untuk memiliki tanah bukan hanya untuk dibagun sebagai tempat tinggal tetapi juga sebagai sarana investasi, yang dapat berujung pada jual beli tanah yang diawali dengan terbentuknya Perjanjian Jual Beli antara penjual dan pembeli tanah.
Dalam hal Perjanjian Jual Beli tanah, seringkali para pihak tidak memerhatikan dengan seksama mengenai pasal-pasal di dalam perjanjian tersebut sehingga pada akhirnya, apabila terjadi sengketa atau masalah maka ada satu pihak atau lebih yang menjadi rugi. Dalam penulisan hukum ini, Penulis ingin membahas dan menganalisa sebuah kasus Perjanjian Jual Beli tanah yang dibuat antara PT. Japindo Kencana dan PT. Bukit Brata dengan menggunakan metode deskriptif analisis, dimana Penjual yaitu PT. Japindo Kencana melakukan penjualan kembali terhadap tanah tersebut dan mengajukan permintaan batal secara sepihak kepada Pembeli, yaitu PT. Bukit Brata, serta menolak untuk memberikan ganti rugi kepada PT. Japindo Kencana.
Penulis melakukan penelusuran sumber-sumber hukum dan memberikan pendapat-pendapat serta saran-saran berdasarkan sumber-sumber hukum yang telah ditelusuri oleh Penulis terkait dengan kasus sengketa tanah dimana PT. Japindo Kencana membatalkan secara sepihak Perjanian Jual Beli dan menjual kembali tanah tersebut kepada pihak lain. |