Dengan maraknya asuransi di jaman sekarang, setiap orang dapat melindungi jiwanya dengan cara menutup asuransi yang dituangkan dalam bentuk polis. Hal ini dapat terjadi karena suatu peristiwa yang tidak diharapkan dapat terjadi ,yaitu meninggal dunia atau cacat total. Dalam praktek timbul permasalahan yaitu apabila tertanggung meninggal dunia pada masa pertanggungan tetapi polis asuransi sebagai bukti tertulis belum dibuat dikarenakan persyaratan yang belum dipenuhi oleh pemegang polis. Didalam KUHD pasal 255 diatur bahwa suatu pertanggungan harus dibuat dalam bentuk tertulis dalam suatu akta berupa polis. Tetapi permaslahan akan terjadi apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi tetapi polis belum dibuat, untuk mengatasi kesulitan tersebut, pasal 258 kalimat kedua mengatur bahwa alat –alatpembuktian lain boleh dipergunakan apabila sudah ada suatupermulaan pembuktian dengan tulisan dan pasal 257 KUHD mengatur bahwa walaupun polis belum dibuat, asuransi sudah terjadi sejak tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Apabila Perusahaan asuransi menolak klaim dikarenakan belum adanya polis sebagai bukti adanya pertanggungan maka alasan tersebut keliru dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka melalui putusan hakim diwajibkan membayar kerugian kepada Tertanggung dan apabila Tertanggung telah wafat maka pemegang polis atau ahli waris yang sah yang berhak menerima manfaat dari pembayaran klaim Asuransi Jiwa. Untuk mengurangi kerugian yang dialami tertanggung atau pemegang polis sebaiknya lebih teliti serta menanyakan kepada Penanggung apa saja yang menjadi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung. Dan bagi Penanggung untuk menghindari kerugian dari gugatan Tertanggung sebaiknya mencantumkan klausula-klausula khusus dalam syarat-syarat polis secara terperinci dan mudah dimengerti oleh Tertanggung. |