Banyak proyeksi menyebutkan prospek perekonomian Indonesia begitu menjanjikan di masa depan. Moskipun demikian, ada beberapa persoalan domestik yang hams diselesaikan. Persoalan daya saing dan produktivitas perekonomian domestik menjadi agenda penting untuk dibenahi. Faktor-faktor yang mengakibatkan buruknya daya saing, diantaranya adalah regulasi pemerintah yang tidak tertata dengan baik dan kurang koordinasi, infrastruktur yang buruk dan beberapa masalah lainnya, Oleh karena itu, diperlukan penelusuran lebih jauh mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para pelaku usaha. Dalam rangka pendalaman tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikast faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan kredit di beberapa sektor strategis. Pertamatama penelitian ini mengidentifikasi sektor dan sub-sektor yang memiliki kontribusi penting dalam perekonomian, seperti kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, kontribusi terhadap ekspor, serta memiliki mata rantai industri yang panjang, baik ke belakang (backward integration] maupun ke depan [forward integration). Dari pemetaan tersebut, dilihat sektor dan sub-sektor mana yang mengalami penurunan kredit. Pada tahap ini, yang digunakan adalah telaah dengan data sekunder. Kemudian, dilakukan pemetaan dengan lebih detil menggunakan data primer melalui/ocus group dicussion (FGD) dan wawancara mendalam. FGD dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan besar, yaitu faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan perlambatan kredit di sektor-sektor tersebut. Pendalaman dilakukan baik terhadap pemberi pinjaman (kreditur), penerima pinjaman (debitur) dan juga regulator serta akademisi dan pengamat. Dari penelitian tahap pertama, ditemukan 5 sektor {pertanian, perburuhan dan kehutanan; perikanan; industri pengolahan; konstruksi; perdagangan besar dan eceran) yang mengalami kontraksi kredit secara signifikan. Dari 5 sektor tersebut, diturunkan menjadt 16 sub-subsektor, yaitu (1) perkebunan tembakau, (2) budtdaya ternak perah, (3) industri pemotongan hewan, (4) penangkapan ikan tuna, (5) budidaya ikan tuna, (6) industri pengolahan dan pengawetan buah dan sayuran, (7) industri minyak goreng dari kelapa, (8) industri anyam-anyaman dan kerajinan ukiran, (9) industri barang porcelen, (10) industri mesin-mesin umum, (11) konstruksi perumahan sederhana, (12) konstruksi perumahan menengah, besar dan mewah, (13) perdagangan eskpor ten, (14) perdagangan eskpor kopi bubuk, (15) perdagangan ekspor kopi bijih, dan (16) perdagangan ekspor tembakau. Sektorsektor itulah yang mengalami penurunan kredit sementara peranannya dalam perekonomian dinilai strategis. Dari penelitian lapangan, melalui FGD dan wawancara mendalam, khususnya dari sisi debitur terlihat bahwa ada beberapa masalah yang dianggap menentukan penyaluran kredit pada sektor tersebut. Para narasumber yang berasal dari asosiasi-asosiasi yang dipilih berdasarkan sub-sektor strategis yang mengalami perlambatan kredit menyebutkan terdapat beberapa masalah utama. Diantaranya adalah tingginya biaya kredit„agunan, peningkatan kapasitas, regulasi dan ekses regulasi, kebijakan, persaingan dengan pemain astng dan infrastruktur, Sementara itu, dari pihak perbankan, teridentifikasi beberapa hal yang menyebabkan penurunan kredit di sektor-sektor tertentu. Faktor-faktor tersebut adalah menurunnya prospek industri di sektor-sektor tertentu, adanya peraturan pemerintah yang membatasi prospek sektor tersebut, adanya alternatif pembiayaan dari sumber lain, profii risiko yang meningkat, tidak adanya tenaga pengevaluasi di sub sektor tertentu, adanya kredit program dari pemerintah, skala usaha yang tidak memadai serta faktor infrastruktur dan energi yang tidak mendukung. Dari pihak pemerintah, ada hal-hal yang dirasakan menjadi kendala bagi berkembangnya sebuah sektor/subsektor. Berdasarkan diskusi dari debitur, kreditur dan regulator, ada tiga kelompok rekomendasi yang bisa dibarikan. Pertama, rekomendasi terkait dengan perbaikan infrastruktur dan sistem kelembagaan. Kedua, faktor-faktor yang terkait secara spesifik soal permodaian (access to finance], dan ketiga terkait aspek peningkatan kapasitas (capacity building). |