Kebutuhan mendasar manusia adalah tempat tinggal, maka pemerintah dan peran aktif pihak swasta membangun tempat tinggal dengan konsep gedung bertingkat yang disebut rumah susun. Namun banyak asumsi bahwa pihak yang memiliki tanah sama dengan developer. Rumah susun banyak dibangun di atas tanah Hak Pengelolaan. Kemudian developer membangunnya dengan status tanah Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan. Hal ini menimbulkan permasalahan, seperti yang terjadi pada para pemilik unit Apartemen Mangga Dua Court (Apartemen MDC) yang ingin memperpanjang tanah besamanya, karena tidak mengetahui asal tanah HGB adalah tanah Hak Pengelolaan. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat adalah Pertama, apakah perbedaan rumah susun yang dibangun di atas tanah HGB berdasarkan asal tanahnya. Kedua, bagaimana status kepemilikan rumah susun yang dibangun di atas tanah HGB atas Hak Pengelolaan dan jika masa berlaku tanah bersama berakhir. Ketiga, apakah permasalahan yang timbul dari kepemilikan satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah HGB atas Hak Pengelolaan. Permasalahan di atas diteliti dengan metode penelitian hukum yuridis normatif. Adapun kesimpulan dari penulis adalah: pertama, rumah susun di atas tanah HGB yang berasal dari tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan, perbedaannya terletak pada jangka waktu dan izin tertulis setiap melakukan perbuatan hukum dan perpanjangan. Kedua, setiap perbuatan hukum dan perpanjangan/ pembaharuan tanah bersama dibutuhkan rekomendasi tertulis. Jika hak atas tanah hapus, maka Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun juga hapus. Ketiga, permasalahan pada Apartemen MDC yang timbul karena ketidaktahuan pemilik unit atas asal tanah HGB atas Hak Pengelolaan sejak awal, sehingga para pemilik merasa dirugikan. |