Manusia adalah ciptaan Tuhan yang sempurna, yang diberikan akal, pikiran dan perasaan. Dan sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya. Dalam hubungan antara dokter dan pasien dimana seorang dokter memberikan keahlian medik atas pelayanan dan tindakkan mediknya terhadap pasien, menghasilkan suatu hubungan hukum diantaranya, yaitu perjanjian terapeutik. Dalam perjanjian terapeutik pada umumnya perjanjian yang di hasilkan adalah perjanjian upaya (inspanningsverbintenis), bukan perjanjian hasil (resultaatsverbintenis). Namun dalam beberapa tindakkan medis, seperti bedah plastik perjanjian atas tindakkan yang dihasilkan dokter harus sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Apabila hasil dari bedah plastik tidak sesuai yang diperjanjikan, maka pasien berhak meminta alternatif penyelesaian guna mendapatkan ganti kerugian. Dalam kondisi seperti ini pasien dapat menggugat dokter dan Rumah Sakit dengan dalil atas salah satu/ lebih sumber dari dasar hukum guna mendapatkan pertanggungjawaban, yaitu pertama, berdasarkan wanprestasi (contractual liability) sesuai pasal 1239 KUHPer, kedua, berdasarkan perbuatan melawan hokum (onrechmatige daad) sesuai pasal 1365 KUHPer, ketiga, berdasarkan kelalaian yang menimbulkan kerugian sesuai pasal 1366 KUHPer. Dan berdasarkan Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009, Rumah Sakit harus turut bertanggungjawab secara hukum terhadap segala kerugian yang terjadi di Rumah Sakit. |