Dunia bisnis menekankan bahwa setiap pelaku usaha harus mendapatkan profit atau keuntungan yang sebesar – besarnya dengan modal yang serendah – rendahnya, akibatnya banyak pelaku usaha yang bersaing dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan keuntungan yang besar tersebut, tentu saja adapun berbagai cara yang diambil tidak semuanya menciptakan persaingan usaha yang sehat, namun banyak dari cara yang ditempuh menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Di Indonesia pengawasan terhadap persaingan usaha yang sehat diberikan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), KPPU menyelidiki dan memberikan berbagai sanksi kepada para pelaku usaha “nakal” apabila melakukan pelanggaran terhadap ketentuan – ketentuan yang ada dalam Hukum Persaingan Usaha Indonesia. Adapun dalam studi kasus ini terkait dengan Tender pekerjaan pembangunan pelabuhan laut Kota Bangun pada paket pembangunan pelabuhan terpadu kecamatan kota bangun tahun anggaran 2009, dalam hal ini terdapat indikasi pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai adanya persekongkolan tender antara para pelaku usaha peserta tender dengan panitia tender, dibuktikan dengan adanya Sdr. Yoso sebagai perwakilan dari Terlapor I, Terlapor III, dan Terlapor V, adanya indikasi bahwa 7 perusahaan yang lolos dari tahap pra-kualifikasi ternyata adalah kelompok dari perusahaan Terlapor I, Terlapor I hanya menyertakan 22 jenis dari 39 jenis peralatan yang diminta oleh panitia tender sehingga Terlapor I dapat memberikan harga yang terendah dan memenangkan tender, belum lagi yang menjadi janggal adalah putusan KPPU yang menyatakan bahwa Terlapor VI yaitu panitia tender bersalah namun tidak mendapatkan hukuman apapun melainkan hanya sebuah rekomendasi kepada Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kertanegara yang dicurigai berkomplot dalam persekongkolan tender ini. |