Kepailitan BUMN Persero menimbulkan permasalahan terkait pengajuan permohonan pailit yang diatur khusus dalam Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hal ini dikarenakan bila diletakkan Kepailitan atas BUMN Persero, demi hukum seluruh aset akan berada dalam sita umum, sedangkan mengenai aset BUMN Persero terhadap asset negara pun terdapat inkonsistensi putusan hakim baik tingkat pengadilan Niaga sampai kepada Mahkamah Agung. Seperti pada kasus PT Istaka Karya (persero) yang dinyatakan pailit oleh salah satu kreditornya, PT JAIC atas dasar PT Istaka Karya tidak melaksanakan putusan pengadilan negeri. Permohonan ini ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga dengan alasan tidak adanya ijin dari Mentri Keuangan. Namun di tingkat kasasi, membatalkan putusan pengadilan niaga, permohonan pailit diterima, atas dasar Pasal 1 Ayat (4) Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara yang mengesampingkan penerapan Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dengan demikian, menurut Analis Penulis, sepakat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung yang menyimpulkan bahwa penerapan Pasal 2 Ayat (5) tidak berlaku bagi kasus kepailitan PT Istaka Karya (Persero). Artinya secara serta merta, hal tersebut juga tidak berlaku bagi BUMN Persero lainnya. |