Bahwa perkembangan di bidang keuangan, ekonomi, dan perdagangan di era globalisasi berdampak bagi perkembangan tindak pidana secara terorganisir yang dilakukan oleh korporasi. Oleh karena itu korporasi sebagai kumpulan yang terorganisasi juga diakui sebagai subjek hukum pidana. Terhadap tindak pidana penyebaran berita bohong dan menyesatkan tersebut kemudian korporasi seharusnya bertanggungjawab berdasarkan doktrin pertanggungajawaban pidana korporasi yang berlaku. Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan korban seharusnya diatur dalam hukum materiil dan formiil. Secara materiil memang telah diatur mengenai sanksi pidana secara khusus dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengakui badan hukum sebagai orang, dan mengenai sanksi pidana denda yang diberlakukan dalam hal korporasi yang melakukan tindak pidana. Namun terdapat kelemahan dari pemberlakuan sistem ini, dimana sanksi pidana denda menjadi tidak efektif penerapannya jika dikaitkan dengan tujuan perlindungan kepentingan korban dalam beban pertanggungjawaban pidana ini. Begitu pula dengan sanksi tentang pencabutan hak-hak tertentu sebagai pidana tambahan. Seharusnya pencabutan hak-hak tertentu dijadikan pidana pokok, maka aktivitas melawan hukum dari korporasi akan terhentikan, sehingga masyarakat tidak lagi menjadi korban. Dalam penerapan hukum acara pidana juga terjadi hambatan yakni, ketidakjelasan penentuan pidana denda tersebut diberikan pada siapa. Disamping itu juga Hukum Acara Pidana kita tidak mengatur mengenai restitusi, sebagaimana kita tahu bahwa salah satu cara pertanggungjawaban pidana korporasi yang bertujuan melindungi kepentingan korban adalah melalui restitusi. |