Di Indonesia, ketentuan mengenai bangunan gedung dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan khususnya untuk di Jakarta dapat dilihat pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. Seiring perkembangan zaman dan besarnya angka pertumbuhan penduduk di Jakarta, hal tersebut sangat mempengaruhi kebutuhan akan tanah, padahal tanah di Jakarta terbatas. Suatu bangunan gedung merupakan solusi yang sangat tepat didalam mengatasi masalah terbatasnya tanah di Jakarta, karena itu banyak dibangun gedung-gedung bertingkat dengan bermacam-macam fungsinya, mulai dari fungsi hunian, sosial budaya, usaha, sampai fungsi khusus nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis meneliti mengenai bangunan gedung yang terlantar, karena di Jakarta terdapat bangunan gedung yang tidak dipakai, dan tidak terawat. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode peneilitian yuridis empiris dengan melakukan wawancara langsung kepada narasumber dari Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta. Penelitian tentang bangunan gedung terlantar ini dimaksudkan agar memperoleh pengetahuan bagaimana tindakan yang dapat dilakukan jika ada bangunan gedung terlantar di lingkungan sekitar, terutama jika bangunan gedung terlantar tersebut sudah meresahkan dan membahayakan lingkungan. Selain itu penulis juga membahas mengenai status kepemilikan suatu bangunan gedung setelah dilakukannya pembongkaran oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan DKI Jakarta, mengenai sertifikat laik fungsi bangunan gedung tersebut, IMB gedungnya, dan kepemilikan tanahnya. |