Maraknya kasus pembunuhan berencana dengan dugaan pelaku merupakan seorang dengan cacat jiwa, ramai diperbincangkan. Salah satu kasus yang cukup menjadi perhatian adalah kasus pembunhan disertai mutilasi oleh Very Idham Henyasyah terhadap Hery Santoso. Tetapi selama masa persidangan, ditemukan fakta bahwa Very Idham Henyasyah telah melakukan serangkaian pembunuhan lain di Jombang, Jawa Timur. Pembunuhan yang dilakukan berulangkah in menjadi indikasi adanya cacat jiwa pada Very Idham Henyasyah. Hal tersebut bisa dipergunakan menjadi alasan penghapus pidana sesuai dalam Pasal 44 KUHP. Tetapi tentunya hal tersebut harus dipertimbangkan secara matang, karena penerapan pasal tersebut dapat berujung membebaskan seseorang dari pemidanaan, dan juga dalam pemberian hukuman harus juga dipertimbangkan dengan matang. Kelayakan seorang psikopat untuk dipidana tidak dapay diputuskan dengan cara sederhana, harus ada pembuktian khusus yang tentunya terkait dengan ilmu psikologi, kedokteran jiwa, dan juga kriminologi. Dalam melakukan suatu perbuatan, seorang psikopat masih dalam keadaan sadar atau daya bepikir yang sehat, sehingga masih bisa memilih untuk tidak melakukan suatu perbuatan tertentu. Maka dari itu, Pasal 44 KUHP ini tidak dapat diterapkan pada kasus Very Idham Henyasyah. Tetapi pemberian pidana mati juga tidak menjadi hukuman yan tepat bagi seorang psikopat, karena seprang psikopat tidak mampu mengalami rasa bersalah khusunya dari hukuman, sehingga hukuman mati belum tentu dapat meberikan efek jera bagi pelaku. Seharusnya pidana seumur hidup dan rehabilitasi secara medis dapat diterapkan pada seorang psikopat. |