Kehidupan manusia yang semakin maju dan berkembang tidak hanya membawa dampak positif namun juga membawa dampak negatif, yaitu dengan semakin meningkatnya risiko yang mungkin terjadi pada manusia. Asuransi yang merupakan salah satu bentuk pengalihan risiko sangat membantu manusia untuk mengurangi dampak negatif dari perkembangan kehidupan tersebut. Namun dalam praktek dunia perasuransian, masih banyak permasalahan yang sering terjadi, salah satunya terkait dengan klaim. Permasalahan yang sering terjadi dalam klaim adalah seputar ketidaksesuaian data tertanggung yang dapat mempengaruhi klaim dalam asuransi jiwa. Bentuk ketidaksesuaian data tertentu dapat mempengaruhi klaim pada perusahaan asuransi jiwa. Hal tersebut terutama menyangkut data yang memiliki nilai material tinggi. Nilai material sangat menentukan diterima atau ditolaknya suatu pertanggungan. Sebelum terikat dalam perjanjian asuransi, calon tertanggung akan diwajibkan untuk mengisi formulir Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) yang berisikan kolom-kolom dan pertanyaan-pertanyaan seputar keadaan calon tertanggung. Di dalam SPAJ, pertanyaan yang memiliki nilai material tinggi dalam perjanjian asuransi adalah pertanyaan seputar data kesehatan calon tertanggung, usia dari tertanggung serta status merokok dari tertanggung. Calon tertanggung diwajibkan untuk mengisi setiap kolom dan menjawab pertanyaan tersebut dengan lengkap, jujur dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari dirinya. Prinsip utmost good faith memegang peranan penting dalam hal ini. Dalam Pasal 251 Kitab Undang Hukum Dagang, Kewajiban pemberitaan yang lengkap dan jelas dibebankan kepada tertanggung. Jika pada saat klaim diajukan ditemukan permasalahan yaitu ketidaksesuaian data tertanggung pada pengisian Surat Permintaan Asuransi Jiwa maka dapat mengakibatkan batalnya Pertanggungan, kecuali ditentukan lain dalam Polis perusahaan asuransi jiwa. Dalam menyelesaikan masalah terkait dengan ketidaksesuaian data tertanggung yang dapat mempengaruhi klaim, hal tersebut disesuaikan dengan Polis. Cara pertama yang biasa ditempuh adalah dengan cara musyawarah, namun jika terjadi hal yal yang tidak sesuai dengan penyelesaian secara musyawarah, maka dapat ditempuh dengan penyelesaian secara hukum, yaitu melalui Pengadilan. |