Perselisihan hak yang terjadi antara pekerja dengan PT.German Centre Indonesia bermula sejak pekerja meminta Tunjangan Masa Kerja (TMK) kepada perusahaan sebesar Rp 400.000,00 (empat ratus ribu rupiah) per tahun, hal ini terkait permintaan penyamarataan hak terhadap pekerja lama. Perundingan mulai dilakukan sejak Juni 2009 antara perusahaan dengan Serikat Pekerja, yang mewakili pekerja. Namun perundingan berjalan lamban dan cenderung tidak menghasilkan kesepakatan, karena kedua belah pihak masih dalam pendiriannya masing-masing,yaitu tuntuan TMK sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per tahun (jumlah tuntutan dari pekerja turun), karena perundingan menemui jalan buntu maka pekerja menggunakan haknya untuk mogok kerja. Kemudian dilakukan 2 proses mediasi yang juga tidak menghasilkan kesepakatan, anjuran mediator dalam Pemutusan Hubungan Kerja dianjurkan dan diterima oleh perusahaan. Anjuran tersebut dipakai perusahaan sebagai dasar PHK kepada pekerja. Namun dalam putusan pengadilan PHK oleh perusahaan dibatalkan, dan hakim memutuskan hubungan kerja kedua belah pihak sejak putusan diucapkan. Permasalahan dalam studi kasus ini adalah, ”apakah PHK oleh perusahaan sah dilihat dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?” dan ”masalah apa yang timbul karena perselisihan hak tersebut, dan bagaimana penyelesaiannya?”. Dalam menganalisis penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan sebagai pendekatannya yang merupakan kombinasi metode penelitian juridis normatif dengan juridis empiris yang berbasis deskriptif. Pertimbangan hakim dalam memutus ada yang sudah tepat, namun masih ada yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan perundang-undangan. |