Sementara itu, dari segi etika, yang dilanggar adalah nilai-nilai kejujuran. Kejujuran intelektual yang harus menjadi roh dari setiap ciptaan. Tanpa kejujuran itu, representasi pribadi pencipta tidak terartikulasi dalam ciptaan. Benar bahwa ada tampilan pribadi dalam ciptaan itu, tetapi bukan pribadi orang yang namanya disebut sebagai penciptanya. Yang tampil adalah pribadi orang lain yang sengaja disembunyikan, mentutup-tutupi dan dihilangkan. Teorinya, memang hanya dengan cara itu plagiarisme dapat berhasil mengganti jati diri penciptanya dengan sempuma. Selanjutnya, selagi memori plagiasi guru besar Unpar masih belum terhapuskan, Bandung kembali dicemarkan kasus yang sama. Seorang doktor STEE, ITB terungkap mencontek karya ilmuwan Austria, Siyka Zlatanova. Melalui pemeriksaan Komisi Etik IEEE dan pimpinan ITB, gelar doktor Mochammad Zuliansyah, dibatalkan. Sungguh, sangat disayangkan dan patut disesalkan. Epidemi plagiarisme telah memakan korban ilmuwan-ilmuwan pintar di kampus-kampus besar. Sebelumnya, Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada telah mendahului tercoreng integritasnya. Demikian pula Universitas Padjadjaran, Universitas Andalas, Universitas Riau dan Institut Seni Indonesia, Denpasar. |