Perkembangan globalisasi dunia mampu menipiskan bahkan meniadakan jarak geografis antar negara. Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi transaksi dagang internasional, yang dilakukan oleh pelaku dalam perdagangan internasional, yang memiliki perbedaan sistem hukum, sistem politik dan hal–hal lain. Salah satu bidang hukum yang berhubungan langsung dengan kegiatan perdagangan internasional adalah masalah kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency) antara warga negara atau badan usaha Indonesia dengan warga negara atau badan usaha asing. Masalah kepailitan lintas batas negara (cross-border insolvency) termasuk masalah yang sering dihadapi dalam kegiatan perdagangan internasional, mengingat semakin terbukanya peluang transaksi bisnis yang dilakukan melewati batas-batas negara.Perkara-perkara kepailitan yang melibatkan badan usaha asing secara lintas batas (Cross Border Insolvency) sehingga masuk dalam lingkup Hukum Perdata Internasional (HPI) sehingga dibutuhkan tinjauan dari sisi HPI mengenai masalah ini. Dalam pelaksanaan proses kepailitan lintas batas sering kali timbul permasalahan-permasalahan hukum yang menyulitkan proses kepailitan tersebut berlangsung. Salah satu masalah yang sering kali muncul adalah masalah pengakuan dan pelaksanaan (Recognition and Enforcement) putusan pailit bagi negara yang berada di luar wilayah juridksi tempat putusan tersebut dibuat. Singapura sebagai salah satu negara yang memiliki perkembangan hukum cukup maju di Asia Tenggara serta merupakan salah satu negara yang memiliki intensitas perdagangan yang tinggi dengan Indonesia, digunakan sebagai salah satu perbandingan terhadap masalah pengakuan dan pelaksanaan ini. Selain itu asas-asas hukum perdata internasional kedua negara juga akan dikaji untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adapun penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian juridis normatif yang mengkaji hukum kepailitan baik Indonesia maupun Singapura serta hukum perdata internasional sebagai sarana penyelesaiannya. |