Di dalam dunia bisnis, upaya untuk memperoleh keuntungan (profit) yang sebesar-besarnya merupakan perilaku yang wajar, sepanjang perilaku itu tidak menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, praktik – praktiknya seperti penetapan harga, diskriminasi harga, kartel, trust dan integrasi vertikal. Oleh karena itu, diperlukan kaidah hukum yang mengatur dan membatasi aktivitas memonopoli produk barang dan/atau jasa, persaingan curang, atau pembatasan – pembatasan (restriktif) dalam perdagangan yaitu Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1999. Untuk menjamin pelaksanaan Undang – Undang tersebut, maka dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU bertindak sebagai lembaga pengawas apabila terjadi persaingan usaha yang tidak sehat. Berdasarkan fungsinya tersebut, KPPU dapat berinisiatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap indikasi pelanggaran dalam industri minyak goreng kelapa sawit di Indonesia yang melanggar Pasal 4 (oligopoli) , Pasal 5 (menetapkan harga) dan Pasal 11 (kartel). Perkara tersebut telah diputus dengan Nomor : 24/KPPU-I/2009 pada tanggal 4 Mei 2010. Dalam penulisan ini penulis merumuskan 2 permasalahan, yaitu penerapan indirect evidence dalam kasus kartel industri minyak goreng kelapa sawit di Indonesia dan dampak unsur pasar bersangkutan terhadap dilanggarnya Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11. berdasarkan penelitian, penulis menyimpulkan bahwa penerapan dilihat dengan dasar bukti – bukti seperti bukti ekonomi, bukti komunikasi dan facilitating practices, dan dampak penentuan unsur tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat konsentrasi pasar bersangkutan. |