Dalam suatu hubungan kerja, perselisihan sangat mungkin terjadi. Sebab dalam hubungan tersebut terdapat setidaknya dua pihak yang berinteraksi, yaitu pekerja dan pengusaha. Salah satu jenis perselisihan yang timbul adalah Perselisihan Hak. Perselisihan ini akan timbul dalam suatu hubungan kerja bilamana tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama antara pekerja dengan pengusaha. Di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diatur bahwa langkah pertama yang wajib dilakukan untuk menyelesaikan segala jenis perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja, termasuk Perselisihan Hak, adalah dengan cara perundingan Bipartit yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih. Namun bila perundingan Bipartit tidak dapat menyelesaikan masalah di antara para pihak, selanjutnya maka mereka dapat memilih untuk menyelesaikannya di luar pengadilan dengan cara Mediasi, Konsiliasi, atau Arbitrase. Karena di dalam undang-undang tersebut mengatur bahwa Perselisihan Hak hanya dapat diselesaikan dengan cara Mediasi, maka tidak ada pilihan lain bagi para pihak yang berselisih selain menyelesaikannya dengan cara Mediasi yang dipimpin oleh mediator hubungan industrial. Namun pada prakteknya, masih banyak sidang mediasi bahkan tentang Perselisihan Hak pun yang tidak dapat mencapai kesepakatan di antara para pihak dan mediator hubungan industrial sebagai pihak penengah yang netral harus membuat surat anjuran tertulis. Hal ini tidak terlepas dari kendala-kendala yang menyebabkan proses mediasi dalam penyelesaian perselisihan hak tidak dapat menghasilkan persetujuan bersama. |