Di awal tahun 2011, sering kita temui spanduk-spanduk di jalanan yang menulis “Kredit Jaminan BPKB”. Sekilas terlihat begitu mudahnya untuk menjadi seorang debitur dalam memperoleh dana, baik untuk perluasan usaha maupun untuk kepentingan lainnya. Namun masalah yang mungkin muncul adalah mengenai keabsahan dari perjanjian jaminan tersebut, apakah merupakan suatu perjanjian yang dikenal di ranah hukum jaminan di Indonesia. Dan juga permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan eksekusi jika debitur tidak membayar hutangnya, sementara barang yang dijaminkan dipegang oleh debitur itu sendiri. Permasalahan yang muncul adalah apakah perjanjian penjaminan yang dimaksud diatas dikenal dan diakui dalam hukum jaminan di Indonesia. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan tersebut. Kenyataan yang terjadi adalah penjaminan kendaraan bermotor melalui penguasaan BPKB yang identik dengan Jaminan Fidusia ternyata melanggar esensi Jaminan Fidusia yang diamanatkan oleh Undang-undang. Jaminan tersebut tidak dituangkan dalam akta notaris dan tidak pula didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia sesuai aturan yang berlaku.. Berbagai cara mungkin saja dilakukan oleh kreditur untuk mendapatkan pelunasan piutangnya,baik dengan cara yang sah maupun tidak sah. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan metode yuridis-normatif, maka dapat disimpulkan bahwa undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah mengamanatkan pencatatan dan pendaftaran jaminan Fidusia, namun dalam prakteknya, baik kreditur maupun debitur tidak melakukan amanat undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia |