Hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha merupakan hubungan yang didasari oleh kesepakatan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu hubungan kerja. Jika salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi pihak yang lain untuk tetap mempertahankan hubungan yang harmonis. Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang memutus perkara No.89/G/2007/PHI.Srg. yang berisi gugatan dari Hentje Alvy Pongoh dkk kepada PT. Indonesia AirAsia karena telah terjadinya perselisihan pemutusan hubungan kerja. Perkara ini diajukan ke tingkat kasasi oleh PT. Indonesia AirAsia dengan Putusan No.726 K/Pdt.Sus/2008. Terkait dengan putusan tersebut, penulis mengangkat 2 (dua) rumusan masalah sebagai berikut, pertama adalah apakah dasar hukum yang diterapkan Mahkamah Agung dalam putusannya sudah sesuai atau tidak, dan yang kedua adalah apakah ada akibat yang timbul dari Putusan No.726 K/Pdt.Sus/2008 tersebut. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja berakhir sejak tanggal 10 Juni 2008 dan para pekerja/buruh berhak atas uang pisah dan upah selama skorsing karena para pekerja/buruh tersebut terbukti mengundurkan diri dengan surat mosi tidak percaya yang mereka sampaikan kepada jajaran direksi dan seluruh karyawan PT. Indonesia AirAsia. Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003, pekerja/buruh yang mengundurkan diri berhak atas uang penggantian hak dan uang pisah, beserta sisa cuti yang belum diambil. |